Oleh Hendy, Pontianak Post, (07/01/2014)
Gerakan sastra di Kalimantan Barat sampai sekarang belum terdengar di kancah nasional. Hal tersebut bisa jadi disebabkan karena selain kurangnya publikasi karya sastrawan-sastrawan Kalimantan Barat di media nasional, juga karena intensitas komunitas sastra yang belum terlalu maksimal.
Gerakan sastra di Kalimantan Barat sampai sekarang belum terdengar di kancah nasional. Hal tersebut bisa jadi disebabkan karena selain kurangnya publikasi karya sastrawan-sastrawan Kalimantan Barat di media nasional, juga karena intensitas komunitas sastra yang belum terlalu maksimal.
Demikian
disampaikan penulis Bernard Batubara dalam kegiatan baca puisi bersama dan
diskusi sastra yang diselenggarakan di Rumah
Mimpi, Taman Gitananda, Senin (6/1) malam.
Bernard
Batubara merupakan penulis muda kelahiran Kalimantan Barat yang merintis karir
kepenulisannya di Yogyakarta. Di jagat kesusastraan nasional sendiri, Bernard
merupakan salah satu penulis yang diperhitungkan. Karya-karyanya tak hanya
kerap mewarnai media nasional yang dianggap "barometer" sastra
Indonesia seperti Kompas, Koran Tempo, Suara Merdeka, dan lain-lain, tetapi buku-buku sastranya juga
sedang digandrungi pembaca sastra Indonesia, bahkan salah satu novelnya
berjudul Kata Hati diproduksi dalam
bentuk film dan tayang di seluruh bioskop di Indonesia.
Kepulangan
Bernard ke Pontianak kemarin malamlah yang menjadi alasan berkumpulnya para
penggiat sastra di kota ini dan menggelar kegiatan di Rumah Mimpi.
Dalam diskusi
yang berlangsung selama kurang lebih dua jam tersebut, Bernard banyak bercerita
tentang minimnya pengetahuannya pribadi mengenai geliat sastra di Pontianak.
Kemudian dia menjelaskan tentang fenomena munculnya sastrawan-sastrawan dari
daerah yang selama ini tidak diperhitungkan dalam kancah nasional seperti di
wilayah Timur Indonesia. “Teman-teman sastrawan di Flores saat ini
karya-karyanya sering muncul di media nasional. Selain itu mereka kerap
diundang dalam pertemuan sastra bertaraf nasional bahkan internasional,” ujar
Bernard.
Penulis novel Cinta dengan Titik itu menilai
kemunculan sastrawan-sastrawan muda dari wilayah timur Indonesia ini tidak
terjadi dengan sendirinya. Akan tetapi melalui proses panjang dengan merawat
komunitas, mendokumentasikan karya dan berbagai kegiatan sastra lewat jurnal
secara rutin, serta menyebarkan jurnal tersebut ke berbagai event sastra di seluruh Indonesia. “Atas
landasan tersebutlah, saya kemudian mendirikan kelas menulis dengan nama Kopdar Fiksi di Kota Pontianak,”
katanya.
Kopdar Fiksi sendiri diharapkan mampu menjadi
harapan baru bermunculannya karya-karya penulis muda dari Kalimantan Barat yang
tidak muncul secara instan. Pada saatnya nanti, jika karya-karya tersebut
benar-benar matang, mampu bersaing dengan karya-karya penulis Indonesia lainnya
di media nasional.
Sementara itu,
peneliti dari Balai Bahasa, Khairul Fuad, mengatakan bahwa pada dasarnya sejak
tahun 50-an di Kalimantan Barat sudah bermunculan komunitasi-komunitas sastra.
Bahkan pada massanya sempat memunculkan sastrawan-sastrawan lokal yang
menasional. Intensitas sastra di Kalbar sendiri terus berlanjut hingga awal
tahun 2000-an. “Hingga akhirnya, sepeninggal kritikus sastra Kalimantan Barat
Odhys, perkembangan sastra di daerah ini berangsur-angsur surut bahkan bisa
dikatakan mati suri,” ungkapnya.
Barulah
sekitar tahun 2005 harapan baru bagi sastra Kalimantan Barat kembali hadir
dengan munculnya Pay Jarot Sujarwo, Amrin Zuraidi Rawansyah, dan Yophi Tiara
lewat buku kumpulan cerpen mereka yang berjudul Nol Derajat (Pena Khatulistiwa, 2005).
Menurut
Khairul Fuad, delapan tahun setelah kehadiran Pay Jarot Sujarwo CS tersebut,
komunitas sastra dan geliatnya semakin mewarnai jagat kesusastraan di Kalbar.
“Hanya saja intensitas serta etika berkomunitas memang masih dirasa belum
maksimal. Padahal potensi para penulis sastra di daerah ini cukup besar,”
tuturnya.
Di bagian
akhir diskusi, Bernard Batubara bersama para hadirin menyepakati tentang
perlunya komitmen merawat komunitas ini serta diperlukan adanya upaya untuk
mempublikasikannya ke kancah nasional secara terus menerus. Komitmen ini akan
ditandai dengan portal di internet sebagai ruang diskusi sastra terbuka
khususnya di Kalimantan Barat dengan nama Kalbar
Menulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar