Rabu, 26 Maret 2014

HI EX..


By : @waniriani
Mahasiswa, Pontianak


Hi Ex..
Apa kabar..

Ex..
Ini tepat purnama ketiga yang tidak lagi kita lewati bersama..
Walaupun ini bukan malam purnama, dan kita tidak pernah sekalipun merayakan purnama-purnama kita sebelumnya..
Tapi biarlah.. Aku hanya suka namanya.. purnama..

Ex..
Kota ini berkabut, panas sedari siang, dan kemarau sebulanan..
Masih persis, seperti yang kamu tinggalkan..

Ex..
Kota ini masih sama..
Panasnya..
Debunya..
Riuhnya..
Masih sama seperti saat terakhir kita yang secara tidak sengaja berpapasan, lalu terlarut dalam bahasan demi bahasan..
Tentu saja sebagai teman..
Dan tiga hari yang lalu kamu ingin mengulanginya lagi..
Seperti ada yang ingin membuncah dan hampir pecah di ubun-ubunku ketika tau kamu ada disini..
Dikota ini..
Dipulau ini..
Tapi entah kenapa..
Aku hanya mengiyakan, tanpa yakin apakah akan benar-benar menjadi iya..

Ex..
Aku rindu kamu..
Tapi tidak ingin bertemu kamu..
Aku takut menatap matamu..
Aku terlalu pengecut hanya untuk sekedar berwisata ke masa lalu..
Tapi aku punya kabar baik untukmu..
Eh, tapi sebentar dulu..
Mungkin ini hanya baik untukku, tidak ada pengaruhnya bagimu..
Baiklah, aku ulangi..

Ex..
Aku punya kabar baik untuk diriku sendiri..
Mungkin kau tidak ingin tau, ah.. tapi dengarkan sajalah..
Aku kehilangan tempat mendengarkan akhir-akhir ini..

Ex..
Aku menemukanmu..
Aku menemukan sandaran kokoh kedua setelah bahumu..
Aku menemukan genggaman hangat kedua setelah tanganmu..
Aku menemukan tempat nyaman kedua setelah pelukanmu..
Aku menemukanmu..
Tapi bukan kamu..
Ini memang bukan sesuatu yang hebat..
tapi entahlah..
bagi turunan hawa dengan tipe hati serumit bilangan logaritma, yang selama tiga purnama tidak bisa bangkit dari tempat yang sama..
Ini mungkin sama hebatnya seperti anak autis yang akhirnya memutuskan untuk bergaul dengan teman-temannya..

Ex..
Ini langkah pertamaku..
menyusul langkah-langkahmu terdahulu..

Ex..
Ini langkah hebatku..
Dan mungkin akan menjadi lebih hebat, jika kita tidak bertemu..

Sabtu, 01 Februari 2014

Sayap-Sayap Terbang




By: Asih Perwita Dewi

Di dunia ini, kita mengenal berbagai macam kisah cinta yang dialami oleh masing-masing manusia. Ada cinta yang berjalan mulus, mulai dari bertemu, saling pendekatan, jadian, kemudian menikah. Ada juga kisah cinta yang sedikit berbatu, mulai dari bertemu, saling pendekatan, jadian, bertengkar, putus, pacaran dengan orang lain, putus lagi, kembali mengontak mantan pacar, dan ketika tahu mantan pacar juga sedang sendiri, langsung diajak kembali berpacaran lagi. Tapi ada juga kisah cinta yang tersimpan erat hanya oleh satu pihak saja. Kisah cinta yang terlalu sulit untuk diungkapkan hanya karena pihak yang mencinta itu terlalu takut untuk mengatakan kepada pihak yang dicinta, sehingga pihak yang mencinta rela jika akhirnya kisah cintanya berakhir dalam sebuah catatan kecil didalam hati saja. Berdosakah cinta yang seperti itu? Atau bodohkah orang yang mencintai seperti itu? Tidak… tidak semuanya berdosa, dan tidak juga mereka yang mencinta dengan cara seperti itu adalah bodoh. Mereka hanya menjaga satu-satunya cinta terindah yang pernah mereka miliki, karena takut untuk kehilangannya.
            Cinta seperti itu memang menyakitkan, tapi mungkin akan menjadi satu cerita yang mengharukan ketika kelak dituturkan kembali kepada anak cucu. Bagaimana bangganya kita ketika bercerita dengan kalimat pembuka, “Dulu, waktu zaman nenek masih kuliah, nenek pernah menyukai seseorang.” Dari situlah cerita berlanjut, mengalir kembali seolah semua masih terbayang dimata. Tidak akan ada lagi yang menyalahkan, dan tak ada lagi kekhawatiran cinta itu akan hilang, karena sejatinya cinta itu telah melebur dalam setiap butir darah yang mengalir dalam nadi. Maka jangan pernah takut untuk mengalami cinta sepihak, karena cinta sepihak itu lebih tulus dan berharga dari cinta yang lain.
            Ya, memang benar saat ini aku kembali memikirkan tentang cinta sepihak itu. Ketika waktuku tinggal empat puluh lima menit lagi sebelum meninggalkan kota ini selamanya, aku kembali terkenang akan kisah cinta sepihak yang sedang kualami saat ini. Aku kembali teringat tentang dia, seorang lelaki bernama Kalindra.

Kamis, 09 Januari 2014

Cerita Pontianak, Cerita Kota Kita





Cerita Pontianak, Cerita Kota Kita. Inilah judul buku yang dilahirkan dari Pelatihan Menulis Cerpen Siswa Sma/Sederajat Se-Pontianak yang diadakan oleh Club Menulis STAIN Pontianak. Kegiatan yang dilaksankan pad atanggal 13-14 Juli ini diikuti 20 siswa. Lahirnya sebuah buku dari pelatihan memang menjadi target Club Menulis STAIN Pontianak, seperti pelatihan sebelumnya  di tahun 2012 yang lalu Rapalan Cerita Khatulistiwa dan Cerita Remaja Melayu Pontianak adalah hasil dari Pelatihan Menulis Mahasiswa Se-Pontianak. 

Buku ini memanglah tidak sempurna, ditulis dalam waktu yang singkat. Namun, ini adalah bagian dari proses kreatif. Maksud diterbitkanya buku ini adalah mengajak siswa-siswi SMA Pontianak untuk menulis. Membudayakan geliat menulis di sekolah-sekolah. Semoga bermanfaat.

JEMBATAN KAPUAS



 
Di sini, aku yang termuda. Usiaku baru 7 tahun dan aku seorang cancer. Aku beruntung dilahirkan Tuhan menjadi jembatan dan baru dibangun setelah reformasi. Aku mewah. Tidak seperti teman lamaku, atau lebih tepatnya seniorku itu, dirinya hanya seharga Rp 6,06 Miliyar, sedangkan aku Rp 110 Miliyar. Kalian bisa lihat sendiri, kan?
Sebagai seorang cancer, aku penyayang yang baik, karenanya siapa saja aku perbolehkan melewatiku. Aku tidak pilih kasih seperti seniorku itu. Hanya untuk kendaraan pribadi dan angkutan umum. Sok eksklusif sekali menurutku. Belum lagi, sewaktu pertama kali dia menjejakkan rangka betonnya di bumi khatulistiwa, dia meminta tarif untuk setiap mereka yang lewat. Merasa ingin dihargai? Harganya Rp 6,06 Miliyar, sedangkan aku Rp 110 Miliyar. Kalian bisa lihat sendiri, kan?
Aku tahu segala tentang dia, bukan karena aku yang kepo ya. Banyak anak muda yang seringkali menghabiskan waktu di selangkangan jalanku. Dari merekalah aku mendengar semuanya, tentang seniorku itu. Beragam hal yang mereka lakukan di sana. Ada yang sekedar nongkrong bersama temannya, ada yang bercumbu dengan pacarnya, ada yang memancing ikan, ada juga yang duduk melingkar sambil mencium benda-benda berbau tajam, mungkin lem. Ya, selangkangan tengah kakiku yang membelah Sungai Kapuas itu memang tempat favorit mereka. Semoga saja puake tidak sedang lapar saat mereka ada di sana. Maaf-maaf saja, harganya Rp 6,06 Miliyar, sedangkan aku Rp 110 Miliyar. Kalian bisa lihat sendiri, kan?

RINDU YANG SALAH

  @Estyast

terenyuh rindu
jarak bertempuh dalam doa
hentikan waktu saja, agar aku lelap dalam pandanganmu
yakinkah kita mampu
berdua berbentengi percaya melewati kerangka cerita yg pilu pilu
sungguh tak pernah ku tau apa yang salah dengan kita
hingga kadang waktu saja enggan berpihak setia
namun rindu menggugurkan amarah jiwa
ketika ternyata bunga layu
ada kamu membisikkannya dengan penuh kasih sayang
mengingatkan lagi betapa berharganya waktu yang kita toreh bersama
namun bilakah engkau akan mengerti
bahwa ku hanya ingin satu kali dekatmu
putar kembali waktu lagi, sadarkan aku kembali
kau yang tak pernah menghargai waktu untukku
dan aku yang terlarut dalam pikiranku sendiri
terendam jauh dalam cerita yang kubuat sendiri
yang entah kau kemana..
yang terlalu jauh berjalan sendiri

ataukah kau tak pernah coba membaca rinduku
mungkinkah terlewat dalam pikiranmu tentangku
atau mungkin tlah hilang aku dalam hatimu
aku dan pikiranku
kita dan kamu, harus selalu banyak kurangkai dalam pikiranku
namun jenuh terlintas
seolah mengingatkan, hidupku bukan untuk mengingatmu..
hidupku untuk membahagiakanmu
ku lepas engkau dengan doa bahagia untukmu
kujanjikan setelah aku melebur kau takkan pernah dirindui lagi
bahagiamu adalah wujud dari beribu ribu cintaku

Rabu, 08 Januari 2014

Untukmu Sahabatku

Muslimin Muhtar 
 <musliminmuhtar@yahoo.com>
 
Langit merona akibat ulah benderangnya surya
Tekanan angin menyebabkan gugurnya para daun dari singgasananya
Masih pagi, masih tercium aroma basah jejak hujan semalam
Tapi jiwa-jiwa itu masih tunduk, diam, dan terpaku.

Bukan terpesona tapi tengah meredam lara
Baginya seakan spektrum pelangi tidak pernah tertoreh di serambi langit
Baginya dunia ibarat papan catur yang dominan hitam dan putih.

Hey, kamu dan anda. Wahai orang yang tengah bersedih.
Menurutmu hidup ini tidak ada manusia lain didalamnya selain kalian?
Lalu aku? bukankah kita berpayung di tetes hujan yang sama selama ini?
Kamu tidak pernah sesendiri ini, aku hanya ingin memberi tahu itu.

Jangan belajar menjadi mentari yang selalu terlihat tangguh
Jangan belajar menjadi elang yang selalu gesit mencengkram mangsa
Jangan belajar menjadi lebah yang selalu menebar manfaat setiap hari.

Belajarlah menjadi dirimu tanpa adanya proyeksi lain
Belajarlah berdifraksi di setiap permasalahan yang ada, berbeloklah.

Lalu bangkitlah melawan angin, belajar seperti layang-layang yang mengangkasa
Karena kamu memang tidak pernah sendiri,
Ada aku disampingmu,

Seperti hembusan angin yang bisa kamu rasakan selalu

Melihat Geliat Sastra di Kalimantan Barat

  Oleh Hendy, Pontianak Post, (07/01/2014)

Gerakan sastra di Kalimantan Barat sampai sekarang belum terdengar di kancah nasional. Hal tersebut bisa jadi disebabkan karena selain kurangnya publikasi karya sastrawan-sastrawan Kalimantan Barat di media nasional, juga karena intensitas komunitas sastra yang belum terlalu maksimal.
Demikian disampaikan penulis Bernard Batubara dalam kegiatan baca puisi bersama dan diskusi sastra yang diselenggarakan di Rumah Mimpi, Taman Gitananda, Senin (6/1) malam.
Bernard Batubara merupakan penulis muda kelahiran Kalimantan Barat yang merintis karir kepenulisannya di Yogyakarta. Di jagat kesusastraan nasional sendiri, Bernard merupakan salah satu penulis yang diperhitungkan. Karya-karyanya tak hanya kerap mewarnai media nasional yang dianggap "barometer" sastra Indonesia seperti Kompas, Koran Tempo, Suara Merdeka, dan lain-lain, tetapi buku-buku sastranya juga sedang digandrungi pembaca sastra Indonesia, bahkan salah satu novelnya berjudul Kata Hati diproduksi dalam bentuk film dan tayang di seluruh bioskop di Indonesia. 
Kepulangan Bernard ke Pontianak kemarin malamlah yang menjadi alasan berkumpulnya para penggiat sastra di kota ini dan menggelar kegiatan di Rumah Mimpi.
Dalam diskusi yang berlangsung selama kurang lebih dua jam tersebut, Bernard banyak bercerita tentang minimnya pengetahuannya pribadi mengenai geliat sastra di Pontianak. Kemudian dia menjelaskan tentang fenomena munculnya sastrawan-sastrawan dari daerah yang selama ini tidak diperhitungkan dalam kancah nasional seperti di wilayah Timur Indonesia. “Teman-teman sastrawan di Flores saat ini karya-karyanya sering muncul di media nasional. Selain itu mereka kerap diundang dalam pertemuan sastra bertaraf nasional bahkan internasional,” ujar Bernard.
Penulis novel Cinta dengan Titik itu menilai kemunculan sastrawan-sastrawan muda dari wilayah timur Indonesia ini tidak terjadi dengan sendirinya. Akan tetapi melalui proses panjang dengan merawat komunitas, mendokumentasikan karya dan berbagai kegiatan sastra lewat jurnal secara rutin, serta menyebarkan jurnal tersebut ke berbagai event sastra di seluruh Indonesia. “Atas landasan tersebutlah, saya kemudian mendirikan kelas menulis dengan nama Kopdar Fiksi di Kota Pontianak,” katanya.
Kopdar Fiksi sendiri diharapkan mampu menjadi harapan baru bermunculannya karya-karya penulis muda dari Kalimantan Barat yang tidak muncul secara instan. Pada saatnya nanti, jika karya-karya tersebut benar-benar matang, mampu bersaing dengan karya-karya penulis Indonesia lainnya di media nasional.
Sementara itu, peneliti dari Balai Bahasa, Khairul Fuad, mengatakan bahwa pada dasarnya sejak tahun 50-an di Kalimantan Barat sudah bermunculan komunitasi-komunitas sastra. Bahkan pada massanya sempat memunculkan sastrawan-sastrawan lokal yang menasional. Intensitas sastra di Kalbar sendiri terus berlanjut hingga awal tahun 2000-an. “Hingga akhirnya, sepeninggal kritikus sastra Kalimantan Barat Odhys, perkembangan sastra di daerah ini berangsur-angsur surut bahkan bisa dikatakan mati suri,” ungkapnya.
Barulah sekitar tahun 2005 harapan baru bagi sastra Kalimantan Barat kembali hadir dengan munculnya Pay Jarot Sujarwo, Amrin Zuraidi Rawansyah, dan Yophi Tiara lewat buku kumpulan cerpen mereka yang berjudul Nol Derajat (Pena Khatulistiwa, 2005). 
Menurut Khairul Fuad, delapan tahun setelah kehadiran Pay Jarot Sujarwo CS tersebut, komunitas sastra dan geliatnya semakin mewarnai jagat kesusastraan di Kalbar. “Hanya saja intensitas serta etika berkomunitas memang masih dirasa belum maksimal. Padahal potensi para penulis sastra di daerah ini cukup besar,” tuturnya.
Di bagian akhir diskusi, Bernard Batubara bersama para hadirin menyepakati tentang perlunya komitmen merawat komunitas ini serta diperlukan adanya upaya untuk mempublikasikannya ke kancah nasional secara terus menerus. Komitmen ini akan ditandai dengan portal di internet sebagai ruang diskusi sastra terbuka khususnya di Kalimantan Barat dengan nama Kalbar Menulis.
Kegiatan yang berlangsung sederhana ini dihadiri oleh para penggiat sastra seperti Musfeptial, Khairul Fuad, Nano Basuki, Pay Jarot Sujarwo, Ninda, Ilham Setiawan, serta para member dari kelas menulis Kopdar Fiksi bentukan Bernard Batubara. ***

Selasa, 07 Januari 2014

Sastawan di Imaji Kalbar





Imaji Budaya, Imaji Sosial, Imaji Cinta. Itulah bagian imaji yang ada dalam buku Kalbar Berimajinasi, sebuah karya luar biasa dari 25 penulis sastrawan di Kalimatan Barat.

Beragam sudut pandang disajikan dengan tema yang sama, lokalitas Kalimantan barat. Dalam cerita ini berbagai ciri dari tiap daerah di Kalimantan Barat ditunjukkan. Keeksotikan panorama daerah-daerah di Kalimantan Barat ikut menjadi daya tarik dalam cerita. Geografi yang diambil oleh penulis menjadi ciri tersendiri dalam cerita yang ditampilkan.

Imaji budaya yang menjadi bagian imaji pertama dalam urutan buku ini. Imaji ini memberikan nuansa yang berbeda. Sesuatu yang tidak banyak diketahui oleh masayarkat Kalbar sendiri. Budaya-budaya yang sudah hampir hilang, budaya yang ada tapi tidak banyak yang mengetahuinya. Dari cerita dibagian Imaji budaya inilah, budaya itu diperkenalkan lagi, dilestrarikan lagi. Lagi dalam cerita, dalam sebuah karya sastra.

Saifun Arif Kojeh dengan tulisannya yang berjudul Antu Bengkek. Jika orang Indonesia umumnya, mungkin hanya mengetahui hantu seperti Kuntilanak, Pocong, Genderuwo, Wewe Gombel, Suster Ngesot, atau hantu Ratu Goyang Kerawang yang sudah mem-booming dalam layar lebar, tetapi Antu Bengkek yang diceritakan oleh penulis dari Ketepang ini adalah hantu yang tidak banyak orang mengetahuinya. Hantu yang sekiranya hanya di lokal yang disebutkan dalam cerita yang tahu.

Cerita berlatar budaya dengan unsur horror. Suatu yang berbeda. Cerita ini menunjukkan bahwa setiap daerah mempunyai banyak cerita, termasuk dalam cerita hantu.

Begitu pula imaji-imaji budaya lainnnya;  1) Dedy Ari Asfar yang menulis tentang Kearifan Tradisional Iban dengan tokoh Boni, seorang pemuda Iban yang memegang teguh filosofi Iban “Agik Idup Agik Ngelaban” filosofi ini jugalah yang menjadi judul dalam cerita. 2) Riani Kasih dengan ceritanya berjudul Balada Bala tentang bala yang datang karena hutan ditebang karena emas ditambang. Cerita ini juga memiliki pesan yang sama dengan cerita Boni yakni; keserakahan manusia yang tidak memperhatikan alam hingga mendatangkan bala. 3) Cerita tentang bala juga menjadi pilihan untuk Zani El Kayong berjudul Menantang Bala. Dan imajiner Budaya lainnya 4) Mahabbatusy Syuaraa berjudul Mantra di Pelosok Kampung tentang sekelompok mahasiswa yang meneliti Sastra Mantra di daerah Sambas. 5) Dukun Tuba yang ditulis oleh E.Widiantoro. 6) Parit Lintang oleh Ffate’, 7) Sampuk untuk Banin yang ditulis oleh Yusriadi.

Keunikan dari buku yang diterbitkan oleh Stain Press ini tidak hanya ada pada segi budayanya saja. Tak kalah dengan cerita dalam Imaji Sosial. Tentang beragam kehidupan di masyarakat ditunjukkan oleh para penulis yang juga berasal dari berbagai daerah. Suatu kehidupan lain yang mungkin pernah dijumpai, namun menjadi menarik karena diceritakan dalam bentuk dulisan. Dari inilah gambaran kehidupan membuat kita menjadi lebih peka mengenai kehidupan.  1) Hardianti dengan tulisannya berjudul Politikus Warung Kopi. Warung kopi yang beda dengan Warkop lainnya karena masyarakat di tepian Kapuas ini membicarakan banyak tentang masalah di negeri hal dengan “Kepala dingin dan segelas kopi” bukan dengan “Adu mulut, adu otot, dan juga adu kepentingan”. 2) Haries Pribady berkisah tentang bagaimana senangnya orang Brunei Darussalam menikmati kuliner khas Pontianak berjudul Kopi Susuku. Dan cerita lainnya di imaji social ini 3) Kamar 9B ditulis oleh Pradono, 4) Titik dan Air Mata cerpen dari Wyaz Ibn Sinentang, 4) Masih Cerita oleh Utin Erliana, 5) Omy Bintun Nahl menulis Senyum Ini untuk Ayah, 5) Nasi Ubi Uwan Misra.

Begitu pula dengan imaji cinta. Kisah cinta yang memang tidak ada habis-habisnya menjadi daya tarik tersendiri. Namun, di bagian Imaji Cinta,  kisah cinta itu diwarnai dengan latar lokal yang sangat khas, tentang pertemuan cinta pada diri beragam etnik. Tentang cinta dan orang tua. Cinta pada Ilahi, Cinta terhalang zaman. Keragaman ini menjadikan cerita cinta lebih kaya.  Imaji-imaji cinta ini ditulis oleh; 1) Abdul Hamid berjudul Perempuan Berkalung Salib, 2) Nurlia berjudul Antara Cintanya dan Cinta-Nya, 3) Aku Bukan Siti Nurbaya oleh Marsita Riandini, 4) Cinta Su Ling oleh Hikmah, 5)  Reni Yusnita dengan ceritanya cintanya berjudul Surat untukmu Sayang, 6) Siti Hanina berkisah cinta dengan Cinta Pindah Rumah, 7) Abdul Rani menunjuk Kapuas sebagai saksi cintanya dalam cerita berjudul Puisi Cinta Kapuas, 8) Tentang cinta sejati yang disetia dalam hati ditulis oleh Mardian Sagiant dengan cerita Perkamen  Mei, 9) Cerita Cinta yang sulit ditebak berasal dari Danau Sentarum ditulis oleh Fitriani berjudul Pandurata,  dan 10) Redi Yosianto berjudul Kawin, 11) Bermula dari Batu Layang oleh Holi Hamidin dan 12) oleh Farninda Aditya berjudul Menggaet Keponakan Ko A Tong.

Kalbar Berimajinasi tidak hanya mempertemukan beragam Imaji di dalamnya. Namun berbagai daerah menyatu, penulis bertemu, dan kekuatan sastra Kalimantan Barat semakin erat. 


Desain sampul: Ibn Phani Busya

Tentang Kalbar Menulis

Blog ini merupakan ruang informasi tentang penulis di Kalimantan Barat. Karya-karya penulis, tentang penulis, kegiatan penulis, ulasan yang dibuat oleh penulis, dan apa pun yang berhubungan dengan dunia kepenulisan di Kalimantan Barat akan disampaikan melalui blog ini. Kami berharap blog ini dapat menjadi salah satu tempat singgah para pencari informasi tentang dunia kepenulisan di Kalimantan Barat.

Publikasi tentang penulisan Kalbar tidak hanya berasal dari kami. Siapa pun yang ingin menulis, akan kami terima. Silakan kirim tulisan teman-teman di kalbarmenulis@gmail.com.

Apapun; cerpen, puisi, ulasan, tokoh, berita kegiatan, resensi buku, essai, video, dan lainya.

Blog ini masih dalam masa perkembangan. Kami juga membutuhkan saran dan kritik dari pembaca. Kami sangat senang pula, apabila ada yang ingin berkontribusi untuk mempublikasi dan mendesain blog Kalbar Menulis.


Salam, Kalbar Menulis